Minggu, 13 September 2009

Drs. Zulhendri Chaniago, Dari Desa ke DPR/MPR.RI

Panjang lika-liku yang ditempuh oleh seorang Drs. Zulhendri Chaniago untuk sampai ke kursi DPR.RI di Senayan, berangkat dari sekolah agama di kampungnya Nagari Bayang Pesisir Selatan Sematera Barat, kemudian melanjutkan ke Institut Agama Islam Negri (IAIN ) di Padang lalu merantau ke Jakarta. Malang melintang di Ibukota dengan berbagai macam persoalan yang harus dihadapi dan diatasi.

Hal tersebut disampaikan oleh Drs. Zulhendri Chaniago, anggota Komisi II DPR.RI dari Partai Bintang Reformasi (PBR) yang membidangi antara lain masalah pemerintahan otonomi daerah, BKN kepegawaian, KPU, Sesneg dan beberapa bidang lain, sewaktu berbincang-bincang dengan Titian tentang perjalanan karienya pada awal Ramadhan lalu di Jakarta.

Banyak hal yang berkesan dalam perjalanan hidupnya, tapi yang paling menarik adalah selama menjadi anggota DPR.RI dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan menyuarakannya di lembaga legislatif, untuk dapat menjadi perhatian dan program pemerintah yang tertuang dalam undang-undang.

Tugas lain yang pernah dilakukan oleh DRS. Zulhendri Chaniago sewaktu di Komisi II adalah, menjadi anggota delegasi DPR.RI dalam menghadiri sidang Internasional Parlemen Union (IPU) di Kamboja, bersama DR.Sutradara Ginting (Alm) dari PDIP dan Patris Simon Morin dari Golkar. Juga pernah ke Malyasia, Singapura, Hongkong, Madrid, Spanyol, Aljazair, sejalan dengan kegiatannya di Badan Kerjasama Antar Parlemen Sedunia (BKSAP) DPR.RI.

Karena kepiawaiannya dalam bicara dan suara yang jelas, oleh fraksinya tidak kurang dari delapan kali ia dipercaya dalam menyampaikan pandangan umum pendapat akhir partainya dalam pengesahan rancangan undang-undang. Suatu hal jarang dilakukan oleh anggota lain di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Dalam beberapa pembahasan undang-undang, yang telah diundangkan antara lain RUU. Beberapa daerah otonom atau pemekeran daerah, Undang-undanga keistimewaan pemerintahan DIY, UU tentang ke arsipan (ANRI), beliau juga anggota panitia kerja ( Panja) dari RUU sampai menjadi Undang-undang, yang paling menarik adalah ketika membahas dan menjadi juru bicara ketika meloloskan Undang-undang Pelayanan Publik yang baru saja disyahkan rancangannya pada July 2009 lalu.

Menurut Zulhendri, pelayanan publik adalah bagian dari kewajiban negara dalam memenuhi hak-hak warga negara. Persoalan publik benar-benar harus ditempatkan sebagai persoalan bersama, bukan yang kemudian bisa diklaim dari salah satu pihak. Untuk itu dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, negara dan aparaturnya berkewajiban menyediakan layanan yang bermutu prima dan mudah di akses dan didapat setiap saat.

Pada kehidupan bernegara di abad modern ini, komitmen suatu negara untuk memberikan pelayanan publik yang memadai terhadap kebutuhan masayarakat merupakan implementasi dari pemenuhan hak-hak azasi manusia dari warga anegaranya.

“Tidak dapat dipungkiri pelayanan publik di negara ini masih sangat jauh dari harapan, walaupun sudah diatur dan terkait oleh beberapa undang-undang, sifat pengaturannya sifatnya masih sangat sektoral, membuat pelayanan publik terpecah-pecah dalam pengaturan yang berbeda-beda”, kata Zulhendri Chaniago.

Faktor utama yang menjadi penghambat dalam pelayanan publik adalah permasalahn birokrasi dan tidak adanya standarisasi pelayanan, dan sudah menjadi rahasia umum, dalam pemerintahan pada semua jenjang dan jenisnya memiliki sturuktur birokrasi yang lamban, panjang, gemuk dan berbelit, sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam penanganan suatu pelyananan.

Untuk itu kata Zulhendri Chaniago, reformasi birokrasi harus dilaksanakan dengan mengedepankan semangat perubahan dalam upaya menjadikannya bersih, efektif dan professional, dalam rangka memenuhi hak-hak publik dan memberikan jaminan pelayanan yang baik.

Juga perlu diberikan sanksi yang tegas kepada para penyelenggara yang lalai dan tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan standarisasi yang telah ditetapkan, karena dampak kelalaian pelayanan sangatlah besar. Jika ini diberlakukan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaran pelayanan publik dapat diwujudkan.

Ketika melakukan kunjungan kerja ke Madrid Spanyol, ia yang mewakili Komisi II DPR.RI melakukan dialog dengan pemerintah disana, dan dapat diambil suatu kesimpulan, pegawai negri, bupati dan gubernur adalah termasuk pelayan public ( civil servent ). Oleh karena itu, mereka-mereka ini menanamkan pada dirinya bahwa yang terutama dilakukan adalah pelayanan terhadap masyarakatnya , maka pelayanan menjadi lancar.

Zulhendri Chaniago juga sebagai Wakil Ketua Tim Kerja (Timja) Pertanahan Nasional DPR.RI yang bermitra dengan Badan Pertanhahan Nasional (BPN), yang melayani masalah atau pengaduan tentang pertanahan tanpa melalui pengadilan.

Dengan keberadaannya di Komisi II DPR.RI, Zul;hendri Chaniago telah banyak mendalami seluk beluk dunia pemerintahan dan birokrasi, karena selalu bersama pemerintah ndalam hal ini adalah Departemen Dalam Negri (Depdagri), Mensesneg, KPU dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sebagai anggota Komisi II DPR.RI, juga sangat mendalami bagaimana otonomi daerah agar berjalan dengan baik . Barangkali dengan pengalaman ini bisa amenjadi modal awal Zulhendri Chaniago memasuki dunia birokrasi ke depan, dan ini tentu kalau masyarakat memintanya untuk memimpin daerahnya.

Masa Lalu

Zulhendri sempat mengenang masa lalunya di Ibukota, setelah tamat dari Institut Agama Islam Negri ( IAIN) di Padang beberapa tahun lampau ia ke Jakarta, tidak mempunyai sanak keluarga di ibu kota ini. Hanya ada dua orang teman sekampung, yang satu tidak berapa lama kemudian berangkat sekolah ke Australia. Karena marasa sulitnya kehidupan, maka timbullah niat untuk menjadi pegawai negri, yang sampai sekarang tidak kesampaian, dan tidak mungkin lagi terwujud.

Untuk mewujudkan keinginan menjadi pegawai, salah seorang kawan membawanya kepada salah seorang pemuka masyarakat perantau yang sekampung dengannya, dan mohon bantuan untuk dapat menolong. Jawaban yang diberikan, beri saja ongkos pulang, karena lebih baik mengabdi di kampung halaman. Kalau disini ( Jakarta) menjadi pengusaha atau politisi, dsan berani menghadapi tantangan, lebih menjanjikan masa depan.

“ Semula saya agak tersinggung mendengar apa yang dikatakan oleh pemuka masyarakat yang sudah banyak makan asam garam di peratuan ini, tetapi hal ini pulalah menjadi daya dorong bagi saya untuk lebih giat dan berprestasi di Jakarta”, kata Zulhendri

Menurut Zulhendri, salah satu jalan untuk menggapai keinginan adalah dengan meningkatkan pergaulan, baik itu dibidang organisasi sosial, politik, keagamaan maupun wiraswasta.

Pertama-tama Zulhendri masuk menjadi pengurus Ikatan Keluarga Bayang di Jakarta. Pemikirannya sederhana saja, dengan cara ini tentu akan banyak berkenalan dengan orang sekampung yang sudah lama di perantuan, dan keinginan tersebut tercapai. Kemudian ia meningkat menjadi pengurus Ikatan Keluarga Pesisir Selatan (IKPS) Wilayah Jakarta, setelah itu menjadi Sekretaris Jendral (Sekjend) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IKPS, dan Wakil Sekjen Gebu Minang.

Kegiatan berorganisasi menurut Zulhendri sangat sejalan dengan keinginan serta bakatnya yang sudah dimulai sejak menjadi mahasiswa di Padang. Kemudian ia mendapat kesempatan mewakili Indonesia dalam program pertukaran pemuda Asia Pasifik di Jepang. Pengalaman dalam kegiatan ini menambah wawasannya, baik dalam berorganisasi maupun untuk pribadinya.

Dengan aktifnya ia dibidang organisasi kemasyarakatan mulailah Zulhendri mempunyai banyak kawan, sejalan dengan hal tersebut ia membuka usaha, maka jadilah seorang wirausaha.

Perjalanan seorang usahawan tidak semuanya mulus, semula memang sudah terlihat suatu titik keberhasilan, tetapi kemudian muncul persoalan-persoalan yang semula tidak terperhitungkan, sehingga konsentrasi menjadi terpecah dalam mengurus usaha.

Hal ini terjadi karena Zulhendri, semasa menjadi mahasiswa adalah seorang aktivis, sehingga terpanggil untuk masuk menjadi anggota partai, yang dipilih adalah Partai Bintang Reformasi. Karena kesibukan di partai usaha menjdi kurang terurus, ditambah lagi urusan kampanye pada pemilu tahun 2004. Syukurlah ia dapat i menjadi anggota DPR.RI, walaupun menjadi Pengganti Antar Waktu (PAW) dari seniornya dan juga gurunya dalam berpolitik. (sg)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar